Monday 11 March 2013

Perkembangan Anak




BAB 1
PENDAHULUAN

a.Latar Belakang
ilmu jiwa anak dan ilmu jiwa masa muda, kedua duanya disebut sebagai ilmu JIWA GENETIS atau ILMU JIWA PERKEMBANGAN ; kedua duanya merupakan bagian dari psikologi .sehingga setiap orang mengkhususkan sistematika dari proses perkembangan ,mengingat akan adanya ,sifat-sifat karateristik ,perbedaan perbedaan tertentu ,dan adanya ciri-ciri khusus pada anak manusia .hal ini disebabkan oleh karena taraf perkembangan anak manusia yang selalu berlainan sifat dan cirri-cirinya .
ilmu jiwa anak juga sangat penting bagi pemahaman diri sendiri,dan pemahaman terhadap orang lain diluar diri kita .sebab ,impressi dari masa kanak kanak itu sangat berpengaruh pada pembentukan sikap-hidup (attitude) dan pandangan hidup kita ; baik yang diproyeksikan pada saat sekarang ,maupun pada masa masa mendatang .
oleh sebab itu ,setiap individu pada diri manusia harus mengetahui perkembangan pola pikir jiwa anak anak ,baik dalam perkembangan dan kebutuhannya ataupun dalam menanggulangi permasalahan permasalahan yang terjadi pada mereka.


BAB 2
PEMBAHASAN

a.Kebutuhan Anak Usia Sekolah Menengah
anak yang tengah tumbuh dan berkembang itu tidak akan bisa mencapai kulminasi perkembangan (titik puncak perkembangan) kalau dia tidak melampaui banyak rintangan dan tidak memiliki kebutuhan wajibnya dalam mencapai perkembangannya.sebab ,selama perjuangannya menuju kedewasaan itu pastilah pernah menderita ,berduka hati,jatuh ,luka luka ,kecewa ,kalah dan menangis hati .   
Menurut Sed Cole dan Bruce (Sunerto dan Ny. Agung Hartono, 1999:61) “Membedakan kebutuhan menjadi dua kelompok, yaitu kebudayaan fisiologis dan kebutuhan psikologis,” Kebutuhan fisiologis misalnya, makan minum, istirahat dan perlindungan diri. Sedangkan kebutuhan psikologis, seperti dikemkakan oleh Maslow (Sunarto dan Ny. Agung Hartono, 1999:61) mencakup :

(a) kebutuhan memiliki sesuatu,
(b) kebutuhan akan cinta kasih sayang,
(c) kebutuhan akan keyakinan diri,
(d) kebutuhan aktualisasi diri.

Sedangkan menurut Garisson (Andi Mapiare, 1982:152) menyatakan tujuh kebutuhan anak usia remaja secara khusus (khas) yaitu :

a. Kebutuhan akan kasih sayang, yaitu terlihat adanya sejak merasa yang lebih muda dan menunjukkan berbagai cara perwujudan selama remaja.
b. Kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok merupakan hal yang sangat penting sejak remaja “Melepaskan diri” dan keterkaitan keluarga dan berusaha memantapkan hubungan-hubungan dengan teman lawan jenis.
c. Kebutuhan untuk berdiri sendiri yang dimulai sejak usia lebih muda (remaja awal), menjadi sangat penting selama masa remaja, manakala remaja dituntut untuk membuat berbagai pilihan dan mengambil keputusan.
d. Kebutuhan akan berpartsisipasi menjadi sangat penting dan pasti seirama dengan pertumbuhan, secara individu mengarah pada kematangan atau kedewasaan.
e. Kebutuhan akan pengakuan dari orang lain sangat penting, sejak mereka begantung dalam hubungan teman sebaya dan penerimaan tema sebaya.
f.  Kebutuhan untuk dihargai dirasaannya berdasarkan pandangan oleh ukuran sendiri, yang menurutnya pantas bagi dirinya (sesuai dengan kenyataan), dan menjadi bertambah penting seirama dengan pertambahan kematangan.
g. Kebutuhan untuk memperoleh falsafah hidup yang utuh, terutama nampak dengan bertambahnya kematangan (kedewasaan).

Selanjutnya menurut Andi Mapiare ( 1982:139-153 ) mengemukakan ada
sembilan kebutuhan anak usia remaja umum yaitu :

a. Semua pemuda butuh akan pengembangan keterampilan untuk bekerja menghasilkan uang. Artinya remaja membutuhkan adanya persiapan untuk kelak dapat melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dalam suatu jabatan yang dipilihnya.
b. Semua pemuda butuh untuk berkembang dari memelihara kesehatan dan kesegaran fisik. Artinya remaja membutuhkan pengetahuan tentang menstruasi, nocturnal emosion, masturbasi, dan sebagainya untuk menghindari akibat-akibat negatif dari salah pengertian terhadapnya, perlu atau butuh mengetahui dan melaksanakan latihan-latihan fisik dan pemenuhan gaji.
c. Semua pemuda butuh untuk mengerti tentang hak dan kewajiban warga negara dalam masyarakat demokratis. Artinya remaja butuh untuk mengerti dan menerima apa dan sejauh mana yang boleh dilakukan dan harus dilakukan sebagai warga negara.
d. Semua pemuda butuh untuk mengerti arti (pentingnya) keluarga bagi individu dan masyarakat. Artinya keluarga (suatu lembag yang kelak dibentuk oleh remaja) mempunyai yang sangat penting bagi kehidupan individu dan masyarakat.
e.  Semua pemuda butuh untuk mengerti bagaimana memperoleh dan menggunakan barang serta mengerti bagaimana pemeliharaannya secara baik. Artinya remaja membutuhkan pengetahuan tentang seluk beluk suatu barang tertentu sebelum barang itu dibelinya.
f. Semua pemuda butuh untuk mengerti pengaruh (peranan) ilmu pengetahuan (science) bagi kehidupan manusia. Remaja butuh untuk mengerti apa arti peranan ilmu-ilmu pengetahuan yang dipelajarinya di sekolah dalam hubungannya dengan kehidupan sehari.
g. Semua pemuda butuh peresapan makna (apresiasi) atau penghargaan terhadap seni musik dan keindahan alam. Remaja butuh memiliki rasa, piker, sikap, dan tingkah laku positif dalam “Membaca” informasi atau objek seni yang berupa bacaan-bacaan atau penorama alam yang indah.
h. Semua pemuda butuh untuk bisa menggunakan waktu luang mereka dengan baik. Remaja diharapkan memiliki keterampilan-keterampilan, ketekunan dan sikap yang bertanggung jawab terhadap suatu kegiatan (hobby) yang menguntungkan.
i. Semua remaja butuh mengembangkan rasa hormat (serpek) terhadap individu lain. Bahwa remaja butuh untuk mengerti dan melaksanakan etika dan teknik-teknik bergaul.

B.Permasalahan Anak Usia Sekolah Menengah

1.Masalah penyesuaian diri

          Permasalahan remaja yang banyak kita lihat sesungguhnya berangkat dari masalah sulitnya penyesuaian diri anak pada usia remaja. Pada usia remaja seorang anak tidak mau lagi dianggap sebagai anak-anak, namun ia juga belum siap untuk dianggap (melaksanakan perannya) sebagai orang dewasa. Penyusuaian diri artinya kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan lingkungan (Willis, 2008: 55). Kegagalan dalam penyesuaian diri pada remaja dapat disebabkan faktor-faktor pengalaman terdahulu yang mengalami banyak rintangan dan kegagalan. Faktor-faktor tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di sekitarnya, baik di dalam keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat.

a.Penyesuaian diri didalam keluarga

          Penyesuaian diri di dalam keluarga yang terpenting adalah penyesuaian diri dengan sikap orang tua. Dalam kaitannya dengan hal ini, Willis (2008: 56) menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) macam tipe/gaya (sikap) orang tua dalam mendidik anak-anaknya yaitu:
(1)     orang tua yang otoriter (berkuasa), (2) orang tua yang lunak, (3) orang tua yang demokratis.

         Orang tua yang otoriter cendrung merasa berkuasa di rumah, sehingga segala tindakan terlihat keras, kata-katanya terhadap anak tajam dan menyakitkan hati, banyak memerintah, kurang mendengarkan keluhan dan usulan anak-anaknya. Hal ini kemudian yang melahirkan sikap anak terutama remaja yang dapat memicu terjadinya kenakalan remaja, seperti sikap menetang dan lain-lainnya. Selain itu, rasa takut yang disebabkan oleh sikap orang tua yang otoriter ini membuat anak tidak berkembang daya kreatifnya, menjadi orang yang penakut, apatis, dan penggugup.

          Demikian pula sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu lunak memberikan kebebasan terhadap anak tanpa adanya norma-norma yang harus ditakuti oleh mereka dapat menimbulkan perilaku tidak senonoh pada anak-anaknya, misalnya agresif, suka menipiu, berbohong, dan lain sebagainya. Sedangkan sikap orang tua yang demokratis memberikan kesempatan kepada setiap anak-anaknya untuk menyatakan pendapat, keluhan maupun kegelisahannya. Sikap orang tua seperti inilah yang dapat mendidik anak untuk bersikap mandiri, memiliki sikap tegas, mudah bergaul dan berorientasi pada prestasi.

b. Penyesuian diri di Sekolah

          Penyesuaian diri remaja di sekolah erat kaitannya dengan penyesuian diri dengan guru, teman maupun lingkungan sekolah. Kegagalan remaja dalam menyesuaikan diri di sekolah sering berujung pada berbagai bentuk, antara lain sebagai berikut :
1) Perilaku Bermasalah (problem behavior).

          Perilaku bermasalah di sekolah dapat berupa perilaku malu yang berlebihan, ingin menjadi lebih hebat dari teman-temannya, dan lain sebagainya. Demikian pula, rasa malu dalam mengikuti berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat.
2) Perilaku menyimpang (behaviour disorder)

          Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup dan perilakunya tidak terkontrol. Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang dan menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
3) Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment)

         Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah.
4) Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)

         Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Seorang remaja di sekolah dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perilaku anti-sosial seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan temannya .

c. Penyesuaian diri di masyarakat

          Penyesuaian diri di dalam masyarakat berkaitan dengan hubungan anak dengan lingkungan sosialnya, karena sebagian besar waktu anak dihabiskan dilingkungan masyarakat. Kesulitan penyesuaian diri ini misalnya dipengaruhi oleh film-film, acara TV, majalah, pergaulan, kekerasan dan lain-lainnya. Jika penyesuaian diri di dalam masyarakat ini cendrung mengarah ke hal-hal yang negatif, maka masalah yang dihadapi remaja akan menjadi sangat kompleks, karena pada masa ini remaja berada pada masa trasisi yang sulit sehingga jika tidak diarahkan maka dapat terjerumus pada degradasi moral.

2. Masalah seksual pada remaja

          Pada masa remaja masalah seksual merupakan masalah yang sering terjadi mulai dari hubungan dengan lawan jenis (pacaran) sampai pada tindakan amoral seperti pemerkosaan maupun perzinahan. Masalah seksual ini terjadi karena pada masa remaja seseorang telah menunjukkan kematangan hormon seksual, yang ditandai dengan datangnya masa pubertas. Kematangan hormon ini mendorong anak remaja pada umumnya untuk memenuhi hasrat seksualnya, sehingga jika tidak ada penyaluran yang sesuai (menikah) maka harus dilakukan usaha untuk memberi pengertian dan pengetahuan mengenai hal tersebut.
Menurut Sarwono (2004: 153) faktor-faktor yang berperan dalam munculnya permasalahan seksual pada remaja adalah sebagai berikut:

a.  Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.


b. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).

c. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

d.  Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang canggih (cth: VCD, buku stensilan, photo, majalah, internet, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya.

e.  Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual.

3. Masalah psikopatologi (gangguan kejiwaan/ kelainan)

          Psikopatologi artinya beberapa gangguan kejiwaan pada remaja (psiko = jiwa, patologi = kelainan, gangguan). Jenis-jenis gangguan kejiwaan yang sering terjadi pada remaja menurut Jensen (dalam Sarwono, 2007: 222) antara lain adalah:

a.Mental stres yang dapat menimbulkan hiperaktivitas dan depresi.
Hiperaktivitas adalah aktivitas yang terlalu berlebihan, kebalikannya adalah hivoaktivitas (aktivitas yang kurang). Jika gangguan yang berlangsung terus menerus (efektif), maka hiperaktivitas maupun hipoaktivitas dapat menyebabkan depresi yang lebih berat dari sebelumnya.

b. Neurosis
Neorosis adalah perilaku yang berlebihan, yang disebabkan adanya gejolak dan konflik yang terdapat pada diri sendiri. Beberapa gejala neorosis yang bisa terjadi pada diri remaja antara lain : (1) phobia yakni ketakutan yang luar biasa tanpa alasan yang jelas kepada hal-hal yang lazimnya tidak menimbulkan ketakutan, dan (2) Obsesi-kompulasi yakni adanya pikiran/ perasaan/ keyakinan yang sangat kuat tentang suatu hal yang diikuti dengan kecenderungan untuk terus-menerus melakukan hal tersebut, walaupun dirinya sendiri menyadari bahwa hal tersebut tidak masuk akal.

c. Reaksi Konversi
Reaksi konversi adalah kecemasan yang dialihkan kepada tubuh, misalnya berkeringat dingin atau sakit perut pada saat menghadapi ujian. Jika gangguan ini serius, maka gejala-gejala tersebut bahkan bisa menetap dan selalu dialami jika anak sedang merasakan kecemasan.

d. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan kejiwaan yang berupa kemunduran atau terpecah. Dalam hal ini ditandai dengan cara berfikir yang tidak teratur, berhalusinasi, tidak mampu mengendalikan gagasan, maupun tidak mampu melakukan hubungan sosial karena tingkah lakunya sudah tidak sesuai dengan kenyataan.

e. Anorexia Nervosa
Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol yang ketat. Gangguan jiwa ini adalah khas remaja di bawah usia 25 tahun dan biasanya terjadi ada remaja putri. Penderita anorexia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan. Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan segera merasa kenyang atau bahkan mual.

f. Bulimia
Pada dasarnya, tujuan akhir dari gejala bulimia dan anorexia adalah sama, yaitu ingin mempertahankan bentuk tubuhnya selangsing (sekurus) mungkin, namun cara mereka yang berbeda. Penderita bulimia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka sukai. Mereka makan berlebihan untuk memuasakan keinginan mereka namun selanjutnya mereka memuntahkannya kembali hingga tidak ada makanan yang tersisa. Dengan demikian mereka terhindar jadi gemuk melainkan tetap menjadi kurus tanpa perlu menahan keinginan mereka untuk makan.

g. Bunuh Diri
Bunuh diri juga merupakan masalah yang sering terjadi pada remaja. Ketika mereka siudah mengalami jalan buntu dalam masalah yang dihadapinya, dan satu-satunya jalan adalah bunuh diri. Gejala ini dapat disebabkan oleh hubungannya dengan lawan jenis, orang tua, sekolah, maupun karena yang diinginkannya tidak bisa tercapai, serta perasaan malu atau tertekan (depresi) yang dialaminya.

4. Perilaku menyimpang pada remaja

a. Kenakalan remaja

Kenakalan remaja artinya perilaku remaja yang menyimpang dari hukum atau melanggar hukum (Sarwono, 2007: 209). Sedangkan dalam Inpres N0.6/1971 tentang Pola Penanggulangan Kenakalan Remaja (dikutip dalam Willis, 2008: 89), disebutkan bahwa kenakalan remaja ialah kelainan tingkah laku, perbuatan atau tindakan remaja yang bersifat asosial bahkan anti-sosial yang melanggar norma-norma sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Menurut Cavan (dalam Willis, 2008: 88) kenakalan remaja disebabkan kegagalan mereka dalam memperoleh pergaulan dari masyarakat tempat mereka tinggal.

Jensen (dalam Sarwono, 2007: 209) membagi kenakalan remaja menjadi 4 (empat) jenis, yaitu:
1) Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti: perkelahian, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, dll.

2) Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dll.

3) Kenakalan sosial yang menimbulkan korban diihak orang lain, seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, dll.

4) Kenakalan yang melawan status, seperti: membolos, minggat dari rumah dll.

b. Perkelahian remaja sekolah (tawuran)
Menurut Tambunan (2001:1) perkelahian remaja sekolah (tawuran) dapat digolongkan ke dalam 2 (dua) kondisi penyebab terjadinya, yaitu (1) situasional dan (2) sistematik. Pada kondisi situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat. Sedangkan pada kondisi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu (geng). Di sini ada aturan, norma dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh kelompoknya.
Selanjutnya Tambunan (2001:1) menjelaskan bahwa terjadinya tawuran sedikitnya disebabkan oleh 4 (empat) faktor psikologis, yakni sebagai berikut:
1) Faktor internal
Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam dan banyak. Situasi ini biasanya menimbulkan tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang/ pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah.
2) Faktor keluarga
Rumah tangga yang dipenuhi kekerasan akan berdampak pada anak ketika menginjak remaja, dimana mereka menganggap kekerasan adalah bagian dari dirinya. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.
3) Faktor sekolah
Lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran, tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian, misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya pencandu narkoba).

c. Penyalahgunaan NAPZA
NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) yaitu sejumlah zat-zat tertentu yang mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan ketergantungan (adiksi). Selain istilah NAPZA sering juga kita dengar istilah Narkotika maupun Narkoba, namun dari maraknya berbagai zat yang disalahgunakan, penggunaan istilah narkotika saja kurang tepat karena tidak mencakup alkohol, nikotin dan kurang menegaskan sejumlah zat yang banyak dipakai yaitu zat psikotropika (Tambunan, 2001:1).
BAB 3
PENUTUP
a.Kesimpulan
         dari berbagai ide pikiran yang terdapat di pembahasan dapat disimpulkan bahwasanya,
kebutuhan anak usia sekolah menengah yakni meliputi kebutuhan fisiologis dan psikologis.                                                            
Kebutuhan fisiologis yakni seperti makan,minum, istirahat dan perlindungan diri,sedangkan kebutuhan psikologis yakni:
a.kebutuhan akan kasih sayang.
b.kebutuhan kan keikutsertaan .
c.kebutuhan untuk berdiri sendiri.
d.kebutuhan akan berpatisipasi.
e.kebutuhan akan pengakuan orang lain.
f.kebutuhan akan dihargai.
g.kebutuhan untuk memperoleh falsafah hidup.

sedangkan permasalahan anak usia sekolah menengah yakni:
a.masalah penyesuaian diri.
b.masalah seksual pada remaja.
c.masalah psikopatologi (gangguan kejiwaan).
d.prilaku menyimpang pada remaja.









DAFTAR PUSTAKA

Kartini Kartono.2007.Psikologi Anak.Cv Mandar Maju
Zarkashi.1997.Attarbiyah wa Ta’lim. PT.Gontor Group
Alghalayini Mustafa.1996.Menggapai Keluhuran Ahlak Pada Anak.Pustaka Amani
Coleman,James C.1999.Abnormal of Psycology(Terjemah).Bandung


No comments:

Post a Comment