By Muhammad Al kausar
Teori
Konseling Trait & Factor
Toko utama teori sifat dan faktor
adalah Walter Bingham, Jhon Darley, Donald G. Paterson, dan E. G. Williamson.
Teori sifat dan faktor sering pula disebut sebagai konseling direktif atau
konseling yang berpusat pada konselor.
1.
Konsep utama
Kepribadian merupakan suatu sistem
sifat atau faktor yang saling berkaitan satu dengan lainya seperti kecakapan,
minat, sikap, dan temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling sifat dan faktor
adalah asumsi bahwa individu berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan
pengetahuan kecakapan dirinya sebagai dasar bagi pengembangan potensinya.
Maksud konseling menurut Williamson adalah untuk membantu perkembangan kesempurnaan
berbagai aspek kehidupan manusia, serta tugas konseling sifat dan faktor adalah
membantu individu dalam memeperoleh kemajuan memahami dan mengelola diri dengan
cara membantunya menilai kekuatan dan kelemahan diri dalam kegiatan dengan
perubahan kemajuan tujuan-tujuan hidup dan karir (Shertzer & Stone, 1980).
2.
Proses konseling
Peranan konselor menurut teori ini
adalah memberitahukan konseli tentang berbagai kemampuanya yang diperoleh
konselor melalui testing. Berdasarkan testing pula konselor mengetahui
kelemahan dan kekuatan kepribadian konseli. Pendekatan teori ini sering disebut
kognitif rasional karena peranan konselor dalam konseling ialah memberitahukan,
memberi informasi, dan mengarahkan konseli. Williamson “ hubungan konseling
merupakan hubungan yang sangat akrab, sangat bersifat pribadi dalam hubungan
tatap muka, kemudian konselor bukan hanya membantu individu atas apa saja yang
sesuai dengan potensinya, tetapi konselor harus mempengaruhi klien berkembang
ke satu arah yang terbaik baginya”.
Proses konseling dibagi 5 tahap :
Analisis, merupakan
tahapan kegiatan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi klien atau
konseli.
Sintetis, merupakan
langkah untuk merangkum dan mengatur data dari hasil analisis yang sedemikian
rupa sehingga menunjukan bakat klien, kelemahan serta kekuatanya, dan kemampuan
penyesuaian diri.
Diagnosis, sebenarnya
merupakan langkah pertama dalam bimbingan dan hendaknya dapat menemukan
ketetapan dan pola yang dapat mengarahkan kepada permasalahan, sebab-sebabnya,
serta sifat-sifat klien yang relevan dan berpengaruh kepada proses penyesuaian
diri.
Diagnosis terdiri dari 3 langkah penting:
a. Identifikasi
masalah yang sifatnya deskriptif, misalnya dengan menggunakan kategori Bordin
atau Pepinsky atau kategori lainya.
Kategori diagnostik Bordin
• Dependence atau ketergantungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Self-conflict atau konflik diri
• Choice-anxiety atau kecemasan dalam memnuat pilihan
Kategori Pepinsky
• Lack of assurance atau kurangnya dukungan
• Lack of information atau kurangnya informasi
• Lack of Skill atau kurangnya keterampilan
• Dependence atau ketergantungan
• Self-conflict atau konflik diri
b. Menentukan
sebab-sebab, yang mencakup perhatian hubungan antara masa lalu, masa kini, dan
masa depan yang dpat menerangkan sebab-sebab gejala.
c. Prognosis,
misal diagnosisnya kurang cerdas, prognosisnya menjadi kurang cerdas untuk
pengerjaan sekolah yang sulit, sehingga mungkin sekali gagal kalu ingin belajar
menjadi dokter. dengan demikian konselor bertanggung jawab dan membantu klien
untuk mencapai tingkat pengambilan tanggung jawab untuk dirinya sendiri, yang
berarti ia mampu dan mengerti secara logis, tetapi secara emosional belum mau
menerima.
Konseling, merupakan hubungan membantu
konseli untuk menemukan sumber diri sendiri maupun sumber diluar dirinya dalam
upaya mencapai perkembangan dan penyesuaian optimal, sesuai dengan kemampuanya.
Ada 5 jenis sifat konseling:
·
Belajar terpimpin menuju pengertian diri
·
Mendidik kembali atau mengajar sesuai dengan kebutuhan
individu dalam mencapai tujuan kepribadianya dan penyesuaian hidupnya.
·
Bantuan pribadi konselor supaya konseli mengerti dan
terampil dalam menerapkan prinsip dan teknik yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari
·
Mencakup hubungan dan teknik yang bersifat
menyembuhkan dan efektif
·
Mendidik kembali yang sifatnya sebagai katarsis atau
penyaluran
Tindak lanjut, mencakup bantuan kepada klien
dalam mengahadapi masalah baru dengan mengingatkanya kepada maslah sumbernya
sehingga menjamin keberhasilan konseling.
3.
Teknik konseling
Teknik konseling harus disesuaikan
dengan individualitas klien, dan kita tidak dapat menghindari kenyataan bahwa
setiap masalah menuntut fleksibelitas dan keragaman konseling.
C. Teori konseling
Trait & Factor dalam Tinjauan atau persepektif Islam (Al-Qur’an)
Yang telah kita ketahui bahwa Trait
& factor adalah Kepribadian merupakan suatu sistem sifat atau faktor yang
saling berkaitan satu dengan lainnya seperti kecakapan, minat, sikap, dan
temperamen. Hal yang mendasar bagi konseling TF adalah asumsi bahwa individu
berusaha untuk menggunakan pemahaman diri dan pengetahuan kecakapan dirinya
sebagai dasar bagi pengembangan potensinya. setiap manusia mempunyai
kepribadian yang berbeda, kepribadian merupakan sifat mendasar pada diri
manusia baik itu dalam hati, jiwa, perilaku, atau fisik dan kepribadian
terbentuk dari pembawaan manusia itu sendiri dan dibentuk oleh lingkungan
sekitar.
Di dalam Al-Qur’an menggambarkan deskripsi tentang
manusia sebagai berikut :
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan
bersifat lemah. (Q.S An-Nisa 4: 28)
Dan manusia
mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. dan adalah manusia
bersifat tergesa-gesa. ( Q.S Al-Isra 17: 11).
*
Perbandingan
kedua golongan itu (orang-orang kafir dan orang-orang mukmin), seperti orang
buta dan tuli dengan orang yang dapat melihat dan dapat mendengar. Adakah kedua
golongan itu sama Keadaan dan sifatnya?. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran
(daripada Perbandingan itu)?. (Q.S Hud 11: 24).
Penjelasan bagaimana kepribadian dan
keadaan orang yang bertakwa, orang bertakwa yang kemudian disebut “Muttaqin”
berasal dari mashdar “Ittiqa” yaitu hal yang menjadi tameng sebagai
penghalang antara dirinya dengan orang yang akan mencelakakannya. Muttaqin
adalah orang yang mengambil manfaat dari nur Al-Qur’an sekaligus memetik
kandungannya. selalu berusaha mencari pertolongan serta kekuatan untuk
melaksanakan hukum-hukum Al-Qur’an. mereka berharap hidayah Allah dan
berkemauan untuk menerima cahaya kebenaran.
Maksud Muttaqin adalah orang-orang
yang hati, ucapan dan perilakunya senantiasa mengejar ridho Allah serta
menjauhi siksaannya. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang bertaqwa
lagi beriman akan mendapat surge yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka
kekal didalamnya dengan ridho Allah dan mendapat tempat yang bagus disurga
‘And. adapun siksa yang harus dihindari terdapat dua macam yaitu siksa dunia
dan akherat. siksa dunia dapat dihindari dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan
serta menghindari kekalahan dan putus asa, sedangkan siksa akherat dapat
dicegah dengan cara memelihara iman denga ikhlas, teguh memegang tauhid, serta
beramal sholeh.
Sedangkan orang kafir yang disebut
“Kafirun”, memiliki sifat kufur yang berarti penutup atau menyelimuti, maksudnya
adalah menutupi kenikmatan dengan tidak menyatakan syukur. kafir juga berarti
mengingkari keesaan dan keberadaan Allah SWT dan Rosul-Nya. disini Allah
menjelaskan bahwa kesesatan dan penyelewengan yang dilakukan oleh
orang-orang kafir sudah melampaui batas , sehingga akan sia-sia baik diberi
peringatan atau tidak. karena Allah telah menutup penglihatan dan pendengaran
mereka dari kebenaran dan akhirnya mereka tidak mampu lagi membedakan antara
yang bermanfaat dan yang madharat.
Orang-orang kafir merasa bahwa
dirinya mengadakan perbaikan dan kebaikan di muka bumi padahal tanpa mereka
sadari mereka telah melakukan kerusakan. mereka juga berpendapat bahwa hanya
orang yang bodoh yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya padahal merekalah
orang-orang yang bodoh.
Perlu diketahui juga bahwa diantara
orang-orang kafir terdapat segolongan orang yang disebut munafik. yakni
orang-orang yang hanya beriman dimulut saja tetapi hatinya ingkar. merekalah
orang-orang kafir yang paling keji, sebab disamping kekafirannya mereka juga
mengejek, menipu dan memalsukan tindakannya. mereka membeli kesesatan dengan
petunjuk, karena mereka berani menukar petunjuk dengan dusta dan kebohongan
yang sesat.
Allah mengumpamakan mereka seperti
orang yang menyalakan api tetapi Allah menghilangkan cahayanya dan membiarkan
mereka dalam kegelapan, mereka tetap dalam keadaan keadaan, buta, tuli dan bisu
yaitu keadaan kehilangan perasaan dan akal sehat, sehingga mereka tidak akan
kembali kejalan yang benar. apalah guna telinga apabila tidak digunakan untuk
mendengar nasehat para pemberi fatwa, apalah guna lisan apabila tidak digunakan
untuk mencari kebenaran serta mengungkapkan hal yang sulit sehingga menjadi
mudah dan apalah gunanya mata apabila tidak digunakan untuk melihat
contoh-contoh yang baik guna menambah petunjuk dan pengalaman. dijelaskan pula
bahwa mereka memilki rasa takut yang sangat besar dalam menghadapi kematian.
itulah sebabnya orang-orang munafik ini selalu menghindari medan perang kerena
jangankan menghadapi hunusan pedang dimendan perang, mendengar suara petirpun
mereka menutup telinga karena takut mati.
Banyak juga teori yang mengklasifikasikan kepribadian
seseorang menurut dasar keilmuannya masing-masing
Hippocrates- Galenus mengklasifikasikan kepribadian
sebagai berikut:
1.
Choleris, bersifat penuh semangat dan berdaya juang
tinggi
2.
melanholis, bersifat mudah kecewa dan berdaya juang
rendah
3.
phlegmatic, bersifat tenang dan tidak mudah
dipengaruhi
4.
sanguinis, bersifat ramah tetapi mudah berganti haluan
Sheldon juga mengklasifikasikan manusia atas komponen
kejasmanian, temperamen dan psikiatris. sedangkan plato membedakan adanya tiga
bagian jiwa yang menjadi penopang suatu kepribadian yakni pikiran (logos),
kemauan (themos), hasrat (epithumid).
Kesimpulannya adalah kepribadian manusia
itu bukan hanya jiwa tetapi merupakan perpaduan antara hati, sifat, pemikiran,
fisik, yang kemudian membentuk perilaku tertentu yang dipengaruhi oleh
pembawaan dan lingkungan sekitar.
Manusia merupakan mahkluk yang
paling mulia diciptakan di muka bumi karena manusia diciptakan lengkap dengan
hati dan akalnya serta komponen-komponen lain yang tidak diberikan kepada
mahkluk lain. tetapi seiring dengan perkembangannya manusia bisa juga menempati
lubang kehinaan yang disebabkan karena tidak menggunakan atau meninggalkan akal
sehat atau fitrahnya untuk mencari kebenaran.
Secara sistematis, manusia dapat
memperlihatkan kepribadiannya dengan hati, lisan, dan prilakunya, sebagaimana
seorang mukmin yang harus dapat membuktikan keimanannya dengan mentasdikkan dengan
hatinya, mengucapkan dengan lisannya, serta mengamalkan dengan prilakunya.
Sa’id Hawwa menyebutkan empat unsure yang membentuk kepribadian manusia adalah
hati, ruh, nafsu dan akal.
·
Hati disini
bukanlah yang terdapat dirongga dada yang dapat ditangkap secara indarawi namun
rasa ruhaniah yang halus yang bersifat ghaib yang menjadi tempat untuk keimanan
dan kekufuran, yang menjadi tempat bagi rasa cinta dan rasa benci, dialah yang
tahu, mengerti, dan paham, dialah yang mendapat perintah, yang dicela, yang
diberi sanksi, dan yang mendapat hukuman, dan hatilah yang mengendalikan
seluruh hidup manusia.
·
Ruh adalah
perasaan halus (lathifah) manusia, yang tahu dan mengerti dan sedikit sekali
manusia yang mengetahui tentang roh ini. firman Allah sebegai berikut:
Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu Termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Q.S
Al-Isra 17: 85).
·
Nafsu adalah jiwa
manusia, nafsu atau jiwa bisa menjadi terpuji atau bahkan sebaliknya. bila
dikendalikan dengan baik maka akan menjadi jiwa yang tenteram tetapi bila jiwa
diserahkan kepada syetan maka akan menjadi jiwa yang menyerah.
·
Akal adalah ilmu
tentang hakikat segala sesuatu. akal ini bertempat dalam hati, bahkan ada yang
berpendapat bahwa akal adalah hati. akal adalah sifat orang yang berilmu dan
adakalnya juga dimaksudkan sebagai tempat terhimpunnya ilmu pengetahuan.
Manusia sebagai predikat mahkluk
yang paling mulia atau sempurna berpotensi untuk berkepribadian baik atau
bahkan sangat baik serta berkepribadian buruk atau bahkan sangat buruk.
kepribadian bersifat dinamis kadang panas kadang dingin, kadang tenang kadang
resah, kadang tinggi kadang rendah, bisa beriman bisa juga menjadi kufur, serta
sifat baik tidak akan selalu selamanya baik begitupun sebaliknya. meski
bersifat dianamis, ia tetap dapat juga dijaga untuk stabil sebagaimana manusia
menjaga keimanannya dengan segala kenikmatannya atau kukuh dengan kekufurannya
dengan segala siksaannya.
Kepribadian manusia dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
Al-Mu’minun
ayat 1-6
Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang
yang khusyuk dalam salatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari
(perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan
zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Q.S Al-Mu’minun
23: 1-6).
Surat Al-Mu’minun Ayat 1-6 menjelaskan kepada kita
tentang salah satu pola kepribadian manusia dalam Al-Qur’an yaitu Mukmin
beserta ciri-cirinya, pada Ayat 1-4 disebutkan ciri seorang mukmin,
Sesungguhnya telah pasti beruntunglah mendapat apa yang didambakannya sebagai
orang-orang mukmin, yang mantap imannya dan mereka buktikan kebenarannya dengan
amal-amal sholeh yaitu mereka yang khusyu’ dalam shalatnya, Khusyu’ disini
ialah tenang, rendah hati, berserah diri lahir dan batin serta perhatiannya
terarah kepada shalat yang sedang mereka kerjakan sehingga mereka memperoleh
kebahagiaan atas sholatnya. Dimaksud dengan kebahagiaan disini adalah
orang-orang yang tidak acuh yakni tidak memberi perhatian atau menjauhkan diri
secara lahir dan batin dari hal-hal tersebut.
Mukmin menurut awal surat Al-Mu’minun adalah
orang-orang yang membayar zakat yakni menyisihkan sebagian harta bendanya yang
sebenarnya milik orang lain atau penyucian jiwa atas mereka yang melakukannya
dengan sempurna dan tulus. Sedangkan pada ayat 5-6 menyebutkan penyucian diri
manusia dan hal yang pertama disucikan adalah alat kelamin, karena perzinahan
adalah puncak kerusakan moral manusia. Pada ayat tersebut menjelaskan tentang
konsep orang mu’min yang memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang selalu
menjaga menyangkut kemaluan mereka (pemelihara-pemelihara) yakni tidak
menyalurkan kebutuhan biologisnya melalui hal dan cara-cara yang tidak
dibenarkan oleh agama.
Mengenai asbabun nuzul yakni sebagai berikut Imam
Hakim telah menyampaikan sebuah hadits melalui sahabat Abu Hurairah r.a.
bahwasannya Rasulullah saw. “Bilamana melakukan shalat, selalu mengangkat
pandangan kelangit”. Maka turunlah ayat ini: yaitu orang-orang yang khusyu’
dalam shalatnya (QS. Al-Mu’minun 23: 2), maka sejak saat itu Rasulullah
saw. Menundukkan kepalanya jika sedang mengerjakan shalat. Hadits ini
disampaikan pula oleh Ibnu Murdawaih, hanya lafaznya mengatakan, bahwa
Rasulullah saw “menolehkan pandangannya, sedang ia dalam shalat”. Disampaikan
pula oleh Sa’id Ibnu Mansyur melalui Ibnu Sirin secara mursal, yaitu dengan
lafadz yang mengatakan: “bahwasannya Rasulullah saw, membolak-balikkan
pandangan matanya dalam shalat”,maka turunlah ayat ini.
Dalam surat Al-Mukminun diterangkan salah satu bentuk
kepribadian manusia adalah kepribadian seorang mukmin yang melakukan sholat
secara khusyu’, tidak mengerjakan Laghw atau hal-hal yang mampu
membatalkan suatu amalan, membayar zakat dan menjaga kemaluan kecuali kepada
istri atau budak-budaknya.
Pengertian Mukmin dalam salah satu referensi berarti
mereka yang beriman atau percaya kepada yang gaib (Allah, malaikat dan Ruh),
menunaikan sholat menafkahkan rezekinya kepada fakir miskin, yatim, beriman
pada kitab Allah serta beriman pada hari akhir, tipe ini digolongkan kepada
tipe orang yang beruntung karena telah mendapat petunjuk, kalimat definisi
mukmin diatas diambil dari salah satu hadits nabi yang diriwayatkan oleh
muslim.
Al-Baqarah
ayat 13-15
Apabila dikatakan kepada mereka:
"Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman." mereka
menjawab: "Akan berimankah Kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu
telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh;
tetapi mereka tidak tahu. Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang
beriman, mereka mengatakan: "Kami telah beriman". dan bila mereka
kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya
Kami sependirian dengan kamu, Kami hanyalah berolok-olok." Allah akan
(membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam
kesesatan mereka. (Q.S Al-Baqarah 2: 13-15).
Tafsir pada ayat 13 menekankan bahwa beriman yang
benar yaitu semua yang diucapkan harus sesuai dengan yang ada dalam hatinya
sebagaimana keimanan manusia yang sempurna, indikator kesempurnaan disini
adalah menyadari sebagai makhluk Allah yang mesti tunduk dan patuh kepada-NYA.
Namun yang terjadi pada orang munafik adalah mereka mengaku meyakini beriman
kepada Allah tapi disisi lain mereka berkhianat dan memusuhi orang-orang yang
beriman.
Pada ayat 14-15 menekankan kepada penjelasan pada
sifat dasar orang munafik yang bermuka dua, apabila ia bertemu dengan orang
yang beriman ia mengaku beriman tetapi apabila ia bertemu dengan orang kafir ia
juga mengaku kafir.
Adapun Asbabun Nuzul surat ini adalah: Allah
berfirman: “dan jika mereka mereka menemui orang-orang beriman” (QS.
Al-baqarah 2: 14), diketengahkan oleh Al Wahidi dan Tsa’labi, dari jalu
Muhammad bin Marwan dan Assdiyush Shaghir, dari al Kalbiy, dari Abu Shalih,
dari Ibnu Abbas, katanya: ayat ini turun mengenai Abdullah bin Ubai dan
teman-temannya. Cerita bahwa pada suatu hari mereka keluar lalu ditemui oleh
segolongan sahabat Rasulullah saw, maka kata Abdullah bin Ubai: “lihatlah,
bagaimana orang-orang itu kuusir dari kalian!” lalu ia maju kemuka dan menjabat
tangan Abu Bakar seraya berkata: “selamat untuk Shiddiq penghulu bani Tamim dan
sesepuh agama islam, pendamping Rasulullah di dalam gua dan telah membaktikan
raga dan hartanya untuk Rasulullah” kemudian dijabatnya pula tangannya Umar
seraya berkata: “selamat untuk penghulu bani Adi bin Kaab, faruq yang perkasa
(Umar) dalam agama Allah dan telah menyerahkan raga dan hartanya untuk
Rasulullah.” Setelah itu disambutnya tangan Ali seraya berkata: “selamat untuk
saudara sepupu dan menantu Rasulullah, penghulu bani Hasyim selain Rasulullah.”
Kemudian mereka berpisah, maka kata Abdullah kepada anak buahnya: “Bagaimana
pendapat kalian tentang perbuatan saya tadi? Nah jika kalian menemui mereka,
lakukanlah seperti yang saya lakukan itu!” mereka memuji perbuatannya itu,
sementara kaum muslilmin kembali kepada Nabi saw. Dan menceritakan peristiwa
tersebut maka turunlah ayat ini.
Surat Al-Baqarahayat 13-15 menjelaskan tentang ciri
kepribadian manusia yang tidak mempunyai pendirian, selalu berubah-ubah menurut
kemauan, situasi kondisi yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, kepribadian
tersebut lebih kenal dengan kepribadian fasiq dengan orang yang melakukan
kepribadian tersebut disebut orang yang munafik.
Munafik yaitu mereka yang beriman kepada Allah. Dan
hari akhir tetapi keimanannnya hanya dimulut saja, sementara hatinya ingkar.
Mereka ingin menipu Allah dan orang mu’min walaupun sebenarnya ia menipu
dirinya sendiri, sedang mereka tidak sadar. Hati mereka berpenyakit, dan
semakin parah penyakitnya karena membuat kerusakan, menambah kebodohan,
persekutu dengan setan untuk mengolok-olok orang mu’min. mereka tidak mendapat
penerangan dan petunjuk, sehingga senantiasa dalam kegelapan.
Al-Baqarah:
27-28
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah
perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada
mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka
itulah orang-orang yang rugi. Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu
tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan
dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?(Q.S
Al-Baqarah 2: 27-28).
Tafsir pada ayat 27 menjelaskan tentangsifat-sifat
orang fasik yaitu ada perjanjian antara manusia dengan Allah yakni bahwa mereka
mengakui keEsaan Allah, serta ketundukan mereka kepada-Nya. Mereka adalah
orang-orang yang mengurai yaitu membatalkan dan melanggar perjanjian mereka
dengan Allah pada perjanjian itu sudah demikian kukuh mereka mengurainya
sesudah perjanjian diikat teguh dengan diutusnya para nabi dan rasul dengan
bukti-bukti keEsaannya.
Tafsir pada ayat 28 mengingatkan pada orang kafir
bahwa sesungguhnya dulu mereka adalah orang yang mati (orang yang tidak ada di
dunia) kemudian dihidupkan dan kemudian kembali kepada-Nya.
Asbabun Nuzul surah ini adalah: Diketengahkan oleh
Ibnu Jarir dari As Saddiy dengan sanad-sanadnya, tatkala Allah membuat dua buah
perumpamaan ini bagi orang-orang munafik yakni firmannya: “perumpamaannya
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api” dan firmannya: “atau
seperti hujan lebat dari langit”, orang-orang munafik mengatakan, bahwa
Allah lebih tinggi dan lebih agung sampai membuat perumpamaan-perumpamaan ini.
Maka Allah menurunkan: “Sesungguhnya Allah tidak merasa malu untuk membuat
tamsil perumpamaan.”Sampai dengan firman-Nya “merekalah orang-orang yang
merugi” (QS. Al-Baqarah 2: 26-27).
Bagian
terakhir dari tiga rangkaian ayat yang menjelaskan tentang kepribadian manusia
menjelaskan tentang kepribadian kafir, namun pada awal ayat pada bagian ini
lebih dulu menjelaskan tentang sifat orang fasiq yang suka melanggar perjanjian
serta bermuka dua, kemudian menjelaskan tentang ancaman kepada orang-orang
kafir agar mereka (orang kafir) mau berpikir bahwa sesungguhnya mereka tidak
berdaya dihadapan Allah SWT.
Pengertian
Kafir adalah mereka yang ingkar terhadap hal-hal yang harus dipercayai sebagai
seorang mu’min, tipe seperti ini digambarkan sebagai tipe yang sesat, karena
terkunci hati, pendengaran dan penglihatannya dalam masalah kebenaran. Siksa
Allah yang pedih tentu menjadi bagian dari kehidupan akhirnya.
No comments:
Post a Comment